Hening

Untukmu yang termenung dalam kesendirian, aku ucapkan selamat. Kau telah memasuki wilayah yang tak semua orang berani melangkah ke tempat itu, iya keheningan. Kesendirian adalah ruang kosong yang kerap kita hindari, padahal di sanalah kebebasan sejati bermula. Tetapi aku ragu, apakah kesendirian benar-benar menjadi temanmu? Bukankah, pada akhirnya, kau akan mencari keramaian sebagai pelarian darinya.

Izinkan aku bercerita tentang arti menyendiri, bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai jalan pulang. Kita adalah makhluk individu yang lahir sendiri, berjalan dengan langkah-langkah yang sepenuhnya milik kita. Tetapi hidup "memaksa" kita menjadi makhluk sosial, membangun jembatan dengan yang lain, tetapi sering kali melupakan daratan tempat kita berpijak.Imbasnya kesendirian bagi sebagian besar dari kita terasa asing, bahkan menakutkan. 

Tidak apa jika banyak yang menentang ungkapan di atas. Aku paham, tidak semua orang bisa menerima ungkapan seperti itu dengan mudah. Kadang, kita terlalu sibuk mencari persamaan, hingga lupa bahwa terkadang dalam ketidaksamaanlah kita benar-benar belajar untuk saling menerima dan memaklumi, bahwa tidak semua hal harus sama agar bisa bermakna.

Kali ini, cobalah menatap ke luar jendela. Perhatikan awan yang berarak di langit. Mereka bergerak perlahan, beriringan dalam damai. Angin adalah alasan mereka bergerak, mengantarkan mereka menuju takdir terakhirnya berubah menjadi guyuran hujan yang memberi kehidupan. Tetapi, tahukah kamu menurutku setiap awan, meski bergerombol, tetap berdiri sendiri? Mereka menikmati perjalanannya, menyatu dalam ritme alam tanpa kehilangan identitas.

Apa hubungannya awan dengan kesendirian, darinya aku belajar untuk bergerak bukan karena paksaan, tetapi karena kehendak alam yang kita terima dengan kesadaran penuh.

Kini, mungkin kamu mulai ragu apakah akan tetap di tempatmu atau bangkit melangkah. Tetapi aku memintamu untuk tinggal sejenak dalam hening. Dalam keheningan ada  cahaya yang hanya terlihat ketika kita berani diam.

Sering-seringlah menjumpai keheningan, ia adalah guru yang tak berbicara tetapi mengajarkan segalanya. Dalam hening, kita menapaki palung terdalam hati kita, menyusuri jejak-jejak diri yang tak pernah tersentuh. Kita berdialog dengan diri sendiri, "Siapa aku? Untuk apa aku ada?" dan seterusnya, meski pertanyaan yang mendasar dan sederhana tetapi sangat kompleks ketika menjawabanya. 

Maka, aku cukupkan tulisan ini dengan sebuah pesan, nikmati heningmu, rasakan sunyimu. Meski awalnya terasa asing, ia akan menjadi teman paling setia. Karena pada akhirnya, kau tak pernah benar-benar sendiri. Di dalam sunyi, ada dirimu. Dan dalam dirimu, ada semesta.



Penulis : Fata Azmi

Belum ada Komentar untuk "Hening"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel