Setelah Ini Mau Apa ?
Setiap sendi kehidupan pasti
memerlukan sebuah kepastian. Begitu juga dalam bidang pendidikan yang saya
geluti sampai saat ini, sebuah kebahagiaan dan kegamangan bagi saya dapat
mengikuti pendidikan guru penggerak sampai dengan tahap akhir ini, tetapi
pertanyaan berikutnya setelah ini mau apa, apakah ilmu yang didapat di kubur
dalam peti mati ingatan ataukah pergerakan harus tetap didengungakan pada
setiap lini mereka yang ingin berubah.
Tentu resistensi dari berbagi
pihak akan hilir mudik menghampiri dalam perjalanan kedepan, terberat datang
dari diri sendiri yang mungkin akan kehilangan pijakan dan arah untuk
menguatkan selanjutnya orang-orang terdekat yang mungkin juga akan kegerahan
dengan adanya perubahan, namun zaman tidak pernah diam, menuntut siapa yang
hidup untuk berkarya dan berkontribusi untuk kehidupan.
Tantangan akan hadir tanpa
permisi, begitulah petuah orang tua saya, dalam pendidikan guru penggerak
diajarkan tentang pengelolaan aset yang dimiliki sebagai suatu kekuatan bukan
kelemahan, tetapi manusia hidup dalam sebuah realitas tidak sedikit idealitas
terpojokan dengan kondisi yang berkata lain, untuk itu jebakan-jebakan simbolis
yang mungkin akan menjerat guru penggerak harus disadari dari awal agar mengetahui setelah ini mau apa.
Asumsi bahwa kegiatan ini
hanyalah bersifat simbolik, pragmatis dan membuat kastanisasi dalam dunia
pendidikan harus berani dijawab tuntas oleh guru penggerak. Simbolik dalam arti
hanya sekadar slogan dan label penggerak dan tidak memberikan dampak
setelah mengikuti pendidikan terhadap komunitas dan lingkungan di
sekelilingnya. Pragmatis hanya mengejar kedudukan sebagai pimpinan di satuan
pendidikan atau mengejar angka statistik semata yang kehilangan subtansinya dan
paling terasa adalah kastanisasi atau pembentukan kelas dalam ruang lingkup
guru, bayangkan guru hari ini terpilah menjadi guru Negeri, Guru swasta, Guru
PNS, PPPK,KKI selanjutnya ada yang sudah sertifikasi dan belum sertifikasi
ditambah guru penggerak atau bukan guru penggerak yang sering menimbulkan
ketidaksetaraan.
Persoalan-persoalan di atas
harus dapat dijawab dengan aksi nyata yang benar nyata bukan sekadar unggah dan
mengamini tirani aplikasi, tidak cukup menjadi intelektual menara gading yang
memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak memiliki dampak pada komunal terdekat
darinya, karena tidak sedikit persepsi bahwa ada guru penggerak yang lebih
mementingkan mencerdaskan yang jauh dan melupakan yang dekat dan inilah sebuah
ironi dan tragedi.
Tulisan ini adalah bentuk
refleksi dan otokritik untuk saya pribadi dan pengingat apakah pada
hari kemudian akan terjadi kepada diri saya sendiri atau saya bisa
membuktikan sebaliknya. Pertanyaan setelah ini mau apa ternyata tidak mudah
begitu saja untuk menjawabnya, perlu perenungan, perjuangan dan pengorbanan
untuk apa yang kita yakini, semua tergantung sejauh mana kita meyakini apa yang
kita perjuangkan dan memperjuangkan apa yang kita yakini.
Untuk itu perlu dukungan dan
kesadaran dari segala pihak bahwa masa depan pendidikan adalah tanggung jawab
siapa saja yang terpanggil untuk berkarya dalam kerja-kerja kemanusiaan yaitu memanusiakan
manusia melalui pendidikan, tidak mesti guru, tetapi siapa saja yang
terpanggil. Jadi saya berkesimpulan program guru penggerak adalah sebuah
panggilan zaman dan juga agen penyampai, pengajak yang bertugas saling
mengingatkan akan pentingnya pendidikan sebagai corong perubahan peradaban suatu bangsa.
Setelah ini mau apa,
kembalilah menjadi manusia yang dipanggil guru yang bisa diguguh dan ditiru serta
menghantarkan peserta didik menuju pencerahan dari ketidaktahuan dengan segala
ilmu pengetahuan yang dimiliki dan menolak memuseumkan setiap gagasan hanya
sebatas gagasan.
Belum ada Komentar untuk "Setelah Ini Mau Apa ?"
Posting Komentar