Sosok Itu Bernama Pak Nahrodi
"Fata, kamu harus tahu psikologi massa. Kalau anak-anak sudah terlihat tidak nyaman, cukupkan, jangan terlalu lama." Pesan Pak Nahrodi saat saya mengisi waktu jeda senam dengan permainan di lapangan sekolah, sekitar tahun 2012.
Pak Nahrodi pensiun pada tahun kedua saya mengajar sebagai guru di SDN Gambir 01 Pagi. Ilmu yang beliau berikan tidak hanya tentang pedagogik semata, melainkan lebih dari itu; beliau mengajarkan tentang makna hidup yang selalu menjadi misteri.
Suatu sore, kami mengobrol, dan beliau menyampaikan bahwa semenjak divonis menderita sakit jantung dan diberikan jatah kehidupan kedua karena pernah mengalami kritis, ia menyampaikan, "Saya ini membawa bom waktu setiap saat. Bom waktu itu bisa meledak, dan saya mungkin akan tiada. Tetapi, tahukah kamu, yang membawa bom waktu bukan hanya saya, tetapi setiap dari kita. Sudah siapkah ketika bom itu meledak?" Pertanyaan dialektis ini membuat saya berpikir keras, tidak hanya untuk menjawabnya tetapi juga bagaimana langkah yang bisa diambil secara praktis. Saat itu, saya hanya bisa tersenyum mengiyakan.
Terkait kejadian unik, yang mungkin sampai saat ini saya ingat, saat kami sedang rapat, beliau menggebrak meja mengajukan opsi keberatan. Sontak, ruangan menjadi hening. Saya tidak mengerti apa maksudnya, tetapi setelah beberapa waktu, saya baru paham bahwa mungkin pesan dapat tersampaikan hanya dengan cara tersebut. Kepala sekolah saya ketika itu menyampaikan bahwa Pak Nahrodi adalah orang teater, jadi jangan terlalu panik, itu bakat naluriahnya.
Ternyata, benar adanya; seperti bermain kerambol, ketika ingin menembak koin yang berada di area sendiri, tidak boleh menembaknya secara langsung, melainkan harus ngeban (memantulkan) gacuknya ke papan pantul milik lawan. Cara yang diterapkan Pak Nahrodi pada saat itu tepat; tujuan tercapai meskipun caranya kurang populer.
Ini hanya sebagian kecil dari banyak kisah yang terjadi dalam waktu yang singkat. Namun, beliau mengajarkan hal yang sangat berharga tentang idealisme menjadi seorang pendidik. Beliau mengingatkan bahwa seorang guru harus tetap komitmen dalam perjalanan pengabdian kepada peserta didik. Pendidik bukan hanya sekedar pintar dan berakhlak, tetapi juga harus berani bersuara ketika yang lain diam.
Menurutnya, seorang pendidik tidak hanya bisa menguasai kelas, tetapi juga harus dapat merangkul semua elemen dalam dunia pendidikan. Mengabdi di dunia pendidikan adalah menjaga nyala api agar tidak akan padam. Saat itu, saya berfikir, apakah saya bisa mewarisi nilai-nilai seperti yang beliau ajarkan, hal yang mungkin hari ini banyak diperbincangkan dalam seminar dan ruang diskusi, namun sepi dalam aplikasinya.
Saya merasa bangga bisa bertemu dan belajar banyak dari beliau. Kini, sosok guru itu telah tiada. Beberapa tahun lalu, beliau dipanggil menghadap ke haribaan-Nya. Ilmunya akan selalu menjadi ilmu yang bermanfaat bagi saya. Doa terbaik selalu tercurah kepadanya, semoga pengabdiannya berbalas dengan balasan yang jauh lebih besar dari jasanya.
Tulisan ini adalah bentuk ucapan terima kasih kepada beliau. Jasad boleh pergi, tetapi nilai dan gagasan tidak boleh mati. Saya mengakhiri tulisan ini dengan ucapan Pak Nahrodi sebelum pensiun, "Fata, jangan pernah mencari hal lain dari segala celah dan lobang yang banyak dimanfaatkan oleh manusia yang seharusnya sudah terdidik."
Selamat Hari Guru Nasional 2023
Penulis : Fata Azmi
Belum ada Komentar untuk " Sosok Itu Bernama Pak Nahrodi"
Posting Komentar