Hegemoni Tak Berkesudahan

 


“Keangkuhan intelektual, supremasi kacendekiaan dan kecendekiawanan, legalitas kepandaian dan kesekolahan atau kesarjanaan atau keulamaan yang “dilantik” secara budaya, menjadi pagar sangat kuat agar monopoli mereka atas Al-Qur`an, Islam, dan semua nilai kebenaran bisa menjadi bangunan kokoh kekuasaan yang menguasai zaman.” (Cak Nun)

Membaca tulisan Cak Nun ini membuat saya termenung memikirkan sesuatu yang sudah mapan, hal yang sulit sekali ditembus dan sudah menjadi tembok besar karena kekokohannya sudah berakar. Betapa banyak fenomena menggambarkan demikian mereka yang sudah dicap memiliki otoritas malah mempertontonkan keangkuhannya.

Inilah kekhawatiran yang beralasan jangan sampai tokoh kita bahkan panutan kita dijadikan Tuhan. Cak Nun menyatakan “sehebat apapun tokoh kita, jangan mau kalau dia menuhankan diri atas kita. Pun kita juga tidak akan pernah menuhankan siapapun dan apapun selain Allah. Inilah kekokohan tauhid yang diajarkan Cak Nun kepada kita jangan sampai makhluk memposisikan diri sebagai Khaliq sebab dari situlah asal muasal kehancuran.

Dinamika kehidupan saat ini begitu pelik di tengah keragaman dan keberagaman yang ada semestinya tafsiran akan kebenaran tidak dihegemoni oleh satu pihak atau golongan saja, jikalau ini yang terus dihembuskan “saya benar dan anda salah”, janganlah heran jika persatuan akan semakin terkikis karena egoisme terlanjur dipelihara dan dirawat. Meyakini kebenaran yang dianut adalah sebuah keniscayaan namun memaksakan apalagi menyalahkan keyakinan yang berbeda agar menjadi sama itulah kekeliruan.

Untuk itu perlu kehadiran dan mengedepankan sikap rendah hati, saling menghormati, dan terbuka terhadap perbedaan dalam mencari kebenaran. Ini merupakan jalan yang harus ditempuh untuk membangun masyarakat yang inklusif, toleran, dan harmonis, di mana setiap individu dapat berkontribusi dan hidup bersama secara damai meskipun memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda-beda.

Tanpa kehadiran sikap dan prilaku yang menerima perbedaan amat mustahil ikatan persatuan akan terjalin erat, keributan didunia maya dan sosial sering dipicu dari polarisasi yang berawal dari keengganan menerima perbedaan, maka sebagai manusia perlu sekali dilakukan penguatan dan penambahan ilmu pengetahuan yang dimiliki agar tidak terlalu mudah terombang ambing ombak kehidupan yang kadang tak jelas juntrungannya, diibaratkan nahkoda maka keharusan melekat pada dirinya untuk memahami arah angin, kekuatan ombak, perubahan cuaca dan bagaimana bertahan dari cengkraman badai.

Ketika pemahaman akan keberagaman tidak hanya terucap tetapi dapat dibuktikan dalam setiap tingkah laku kehidupan maka perjuangan untuk memperkuat persatuan bisa diwujudkan, tetapi lagi-lagi pertanyaannya masih sama “Siapkah manusia untuk tidak menghegemoni manusia lainnya ?.”


Penulis : Fata Azmi

Belum ada Komentar untuk "Hegemoni Tak Berkesudahan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel