Suara waktu
“Berpuisi tentang idealitas namun berpapasan dengan
realitas”
Melalui
tulisan kita bertemu dan melalui tulisan pula kita saling menegur tanpa kata, hari
ini masih cerah seperti hari kemarin, namun kisah akan berulang atau berubah
sesuai dengan keadaan dan kehendak, seperti itulah hidup siapa yang tahu siapa
yang mengira, yang jelas kita hanya melakoninya soal berakhirnya akan seperti
apa bukan kuasa kita.
Tergelitik
dengan syair kehidupan, berpuisi tentang idealitas namun berpapasan dengan
realitas, mengapa kita mengukir namun pada akhirnya kita sama sama membuang
ukiran itu, buat apa kebersamaan jika itu hanya sebatas kesemuan kita sama-sama
memakai topeng kebohongan, sudahilah.
Mata
menggambarkan yang terlihat, kuping mencerna apa yang terdengar dan hati
menyaring segalanya. Itu hakikatnya dan seharusnya, namun mataku dan matamu
berbeda, kupingmu dan kupingku pun tak sama apalagi hatiku dan hatimu itu jelas
berjarak.
Ingin
rasanya bersua dengan bisikan-bisikan masa lampau, menyuarakan yang pantas dan
tak pantas, berbicara soal angan- angan dan harapan, berbincang soal misteri
dan kegelapan.
Aku masih disini tidak kemana-mana, masih sama
dan mungkin akan tetap sama, duduk terkadang dan berdiri semauku.
Disini tak lelah memperhatikan para hakim moral yang berlaga semaunya,
menjadi penonton para aktor kemunafikan, lebih tepatnya aku berada diantara
dunia yang ku buat sendiri dan dunia yang dibuat orang lain yang dipaksakan masuk dalam kehidupannku. Mau
sampai kapan ku disini, mungkin sampai nanti ada juru bicara kehidupan yang akan
menjawabnya.
Belum ada Komentar untuk "Suara waktu"
Posting Komentar