Menolak langka

 


“Kita hanya bisa saling membaca dan berkomentar tanpa suara”

 

Ingatkah kamu dengan tempat ini, iya tempat ini, tempat dimana garis tangan mempertemukan kita. Menyapa yang dulunya mustahil pada akhirnya menjadi hal biasa, tembok keakuan yang dulunya kokoh perlahan terbuka bahkan skala rutinitas kini  menjadi lubung mesra.


Ingatkah kamu saat pertama kali kita bertemu, kata apa yang terucap dan tertata dari mulut kita, ucapan salamkah, normalitas perkenalan atau hanya sekedar basa-basi belaka. Sebagian bisa menjawab namun mungkin lupa adalah jawaban mashurnya.


Terasakah oleh kita bahwa waktu tak memiliki rem, jangankan rem cakram rem teromolpun tak dikenalnya. Semua dilibasnya tak terkecuali kita, percayakah kamu, ada masanya kembali ketika menyapa yang tadinya sudah biasa menjadi tidak biasa.  


Keakuan yang sudah mengkita terbeton kembali dengan tembok  jurang pemisah, rutinitas yang tadinya menumbuhkan rasa malah menghadirkan kasta, lantas layakah kita mensponsori lupa.


Kini aku hanya bisa berasumsi   sampai   asumsiku   bisa bertemu dengan realitasnya sendiri, semoga saja asumsiku nyasar dan tak bertemu realitasnya, kalaupun nanti mereka bertemu dan bertegur sapa ku harap mereka tak saling mengiyakan hanya sekedar menyapa dan melupakan apa yang telah terjadi.

Gawatnya jika mereka bertemu dan pada akhirnya sepakat untuk sepakat, hal  langka kembali menjadi langka dan kita kembali hanya bisa saling membaca dan berkomentar tanpa suara.

Belum ada Komentar untuk "Menolak langka"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel