Menghempas Sepi

 



"Berawal dari kesepian dan berakhir dalam kesepian"

 Sulit rasanya jika kita berani secara terbuka mengakui bahwa kita ini merasa sendiri, mungkin saat ini kita sedang dalam keramaian, berada dalam hiruk pikuk kehidupan yang tak ada hentinya, tetapi hati ini masih saja merasa tersekat dengan apa yang ada diluar kita dan dusta menyeruak dengan mengatakan aku tidak kesepian.


Sepi itu nyata baik dalam berkabung maupun tertawa, saksikanlah dengan seksama bagaimana suara tidak lagi didengar dan digubris sehingga banyak kasus menyayat hadir membabi buta berserakan karena kesepian tidak dianggap sebuah kesepian.


Mengukir sepi dalam bingkai kehidupan tentu menjadi sajian yang tidak dapat disepelekan, bagaimana kita menyikapi kesepian dan bagaimana kita menghempaskannya pun menjadi dialektika dalam diri kita sendiri, ada yang kembali ke Tuhannya, ada yang lebih mencari kesenangan sesaat ada pula yang hilang akal hingga mengakhiri hidupnya.


Bagi mereka yang kembali ke Tuhannya tentu memiliki alasan kuat, begitupun dengan pilihan lainnya, berujung sia-sia atau hidup menebar makna adalah dua pilihan yang dapat dipilih oleh para penjelajah sepi, tepatnya pilihan bergantung sejauh mana diri kita memaknai sepi, apakah sepi ini hanya menunggu ujung atau sepi ini kita artikan sebuah fase merenung tanpa henti tentang hidup ini.

 "Aku mengajakmu menari wahai kesepian, aku lihat wajahmu penuh misteri kadang tanpa arti, aku rela bersamamu berbincang lebih dalam, aku ingin lebih mengenal siapa aku."

Belum ada Komentar untuk "Menghempas Sepi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel