Isyarat

 


“Kita  pernah saling tersenyum mesra dan menertawakan semesta”

Bolehkah aku menyapamu melalui isyarat dari kejauhan seraya melambaikan tangan tanpa henti, ini bukan bertanda menyerah melainkan memanggilmu yang perlahan namun pasti mulai tak terlihat di pelupuk mataku.


Aku kehabisan suara meneriakimu, nada dan kata kamu acuhkan bahkan sering kamu abaikan entah karena alasan apa, mungkinkah kamu sudah bosan dengan untaian nada dariku atau rentetan kata yang keluar dari mulutku sungguh sudah memuakanmu.


Beri aku satu jawaban yang memuaskan, aku mohon, jawaban ringkas dan tegas mengapa kamu tak lagi seperti dahulu, kita yang pernah saling tersenyum mesra dan menertawakan semesta, kita yang pernah saling berkeluh kesah membasmi luka yang kini hanya sebatas kisah.


Dari kejauhan aku melihat anggukan kepalamu sepertinya ada sambutan untuk isyarat yang ku berikan, setapak demi tapak sosokmu mulai mendekat akupun perlahan menghampiri sampai kita bertemu dititik itu, dengan dendam pertanyaan yang ku simpan aku utarakan kegelisahanku kepadamu, “Mengapa kini kamu acuhkan diriku?” kamu hanya terdiam dan selang beberapa detik dengan senyuman kecil di bibirmu kamu hanya berucap, “Aku sudah tak sepandir dahulu.”

 

Jawabanmu menggetarkan, aku hening menggerakan lidahku untuk berucap, kamu menyadarkan diriku yang congkak ini, dalam hati aku hanya bisa berucap "Terimakasih telah membuatku hidup kembali."

Belum ada Komentar untuk "Isyarat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel