Dialog depan cermin
“Apa benar kamu telah mewafatkan namanya dari hati dan
ingatanmu ?”
Beredar kabar
bahwa kamu telah melupakannya, bahkan jauh dari itu, katanya kamu sudah tak mau
lagi bertemu dengannya, apa benar sudah pudar keyakinanmu terhadapnya.
Aku
berharap itu hanya kabar burung tentangmu yang tak benar keberadaannya, aku
mengenalmu dan aku tahu kamu takkan bisa hidup tanpanya, tanpanya bisa ku
pastikan kamu tidak mungkin ada.
Lalu mengapa
kamu mengabaikanya, serukan kepadaku ada apa sebenarnya, aku tegaskan sekali
lagi apa benar kamu telah mewafatkan namanya dari hati dan ingatanmu.
Mengapa
kamu diam, kamu sudah tak mau menjawab atau tak peduli dengan semua pertanyaan
ini, mana suara lantangmu, kamu biasa berbicara tanpa tersendat, kamu lihai
memainkan kata namun kini kamu menutup mulut, opsi diam menjadi pilihan
utamamu, apakah aku dan dia sudah tak
lagi tercatat dalam hidupmu.
Segerakan jawabanmu, kita tak bisa berlama lagi bertatap, aku tak mau obrolan ini tumpul dengan heningmu, bangun jangan hidup namun tertidur, masih ada rentetan kisah yang akan kita lalui bersama, apakah kamu rela kebersamaan ini berujung nestapa.
Walaupun
kamu tetap diam aku ingin pastikan kepadamu bersamanya kita akan bahagia
dimanapun dan kapanpun. Menutup diri
darinya sama saja kita menjemput derita, bersuaralah, diammu kali ini adalah petaka.
Semakin lama kau simpan semakin menjadi rasa perihnya,
sembuhkanlah.
Belum ada Komentar untuk "Dialog depan cermin"
Posting Komentar