Refleksi Mata Kuliah IDI
Dalam
setiap pertemuan yang kita lakukan pasti ada sebuah hal baru yang memberikan
kita baik dalam ilmu pengetahuan, wawasan maupun tentang kehidupan. Pada mata
kuliah Ilmu Dasar Islam ( IDI ) yang merupakan salah satu momentum bagi kami
sebagai mahasiswa untuk meraih kehausan tentang dahaga ilmu pengetahuan Islam
yang mana bagi kami masih perlu untuk dipelajari karena walau bagaimanapun ilmu
agama sampai kapanpun kita pelajari belum tentu kita dapat menguasai dan dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh karenanya pembelajaran ini
sangat berguna bagi kami.
Pembelajaran
yang berorientasi pada kaidah islam yang berasaskan Al-Quran dan As-sunah
selalu diterapkan dalam mata kuliah ini dimana dalam setiap pertemuan diajarkan
kepada kami tentang keislaman secara utuh dan mengacu pada dua asas yang
disebutkan diatas, pada pertemuan awal kami diajarkan bagaimana nantinya
sebagai pendidik untuk dapat menerapkan
nilai keislaman dalam mengajar, disaat itulah pembelajaran IDI menyajikan
bagaimana seorang pendidik ketika nanti ia berada dikelas akan menjadi seorang yang ditiru oleh para
peserta didik baik dalam perkataan, perbuatan dan pemikiran.
Sebuah
analogi yang sering diutarakan saat mata kuliah ini ketika seorang guru
mengajarkan kepada anak didik untuk selalu menutup aurat maka ketika itu pula
guru harus menutup aurat, sebagaimana diketahui aurat laki-laki dari pusar
sampai lutut dan wanita seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan, ini
wajib menjadi pembelajaran baik untuk guru maupun untuk murid mana mungkin
seorang pendidik mengatakan untuk menutup aurat sedangkan ia sendiri masih
membuka aurat, dari analogi ini munculah sebuah kesimpulan bahwa setiap
pendidik harus memulai segalanya dari diri sendiri karena ia adalah suri
tauladan yang dicontoh muridnya.
Menyimak
setiap pertemuan yang dilalui ada sebuah ilmu yang menurut saya sangat
bermanfaat untuk dipelajari dan diterapkan yaitu ilmu berkomunikasi, seringkali
dosen dalam mata kuliah ini mengajarkan kepada kami mahasiswanya bagaimana
menjadi seseorang yang dapat menempatkan perkataan pada waktu dan keadaannya,
contoh ketika seorang anak yang jarang masuk kelas dan diketahui sang anak
ternyata sering tidur terlalu larut karena selalu bermain game, cara
mengkomunikasikan kepada anak disesuaikan dengan watak dan karakteristi
anak-anak, kami diajarkan bagaimana mengkomunikasikan hal tersebut, tidak
pantas seorang guru memaki maki atau membodoh bodohi anak ketika anak tidak
masuk karena tidur dalam keadaan larut malam terlebih lagi menggunakan
perkataan yang kotor, tetapi kami diajarkan saat menemui hal seperti ini untuk
selalu berucap baik dan tidak memakai. Contoh kata-kata yang diajarakan “ kamu memang anak murid bapak/ibu yang
sangat pintar dan jago dalam bermain game tapi ibu akan lebih senang ketika
kamu menjadi anak pintar dan jago dalam setiap mata pelajaran”.
Perkataan
diatas merupakan sebuah pendidikan bagi peserta didik, disatu sisi si anak
dipuji atas kehebatannya bermain game namun disisi lain ia diminta untuk dapat
menjadi siswa yang pintar, pemilihan kata yang amat baik dan inilah salah satu
yang diajarkan kepada kami sehingga siswa bukannya dimatikan dengan cacian
maupun makian yang dilontarkan namun disesuaikan kata-katanya dan dapat
menyadarkan siswa bahwa ada hal lain yang jauh lebih penting dari bermain game
yaitu belajar dengan giat.
Seorang
guru selain akan mengajar iapun akan mendidik para generasi penerus bangsa yang
nantinya akan menggantikan generasi tua dan akan menjadi gerbong perubahan
kearah yang lebih baik. Oleh karenanya ada beberapa hal yang diajarkan kepada
kami untuk dapat menguasai beberapa aspek baik empat kompetensi dasar seorang
guru yaitu pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial namun ada hal yang
ditambahkan yaitu spiritual karena keempat kompetensi diatas tak akan ada
artinya tanpa dilandasi oleh kesucian agama yang diejahwantahkan dalam
kehidupan sehari-hari oleh karenanya dalam pendidikan Islam bukan hanya hal
yang bersifat filosofis, psikologis namun juga religiusitas menjadi hal yang
amat penting.
Kurikulum
yang diajarkan dalam pendidikan Islam mengacu pada Al-Quran dan Assunah yang
menjadikan tujuannya yaitu menjadi hamba Allah yang beriman dan bertakwa
kepadaNya. Dengan itu semua segala faktor yang berpengaruh pada hal tersebut harus
menunjang dan mendukung keberlangsungan berjalannya kurikulum diatas baik dalam
sekolah yang merupakan institusi formal maupun lingkungan dan keluarga yang
menjadi pondasi dan benteng awal dalam pendidikan karakter anak.
Sampai
diakhir tulisan ini ada yang menjadi menarik ketika dijelaskan bagaimana cara
mendidik anak, ketika anak didik dengan tuntutan maka selama selamanya ia akan
memberontak dengan hatinya sendiri, bagaimanapun jangan matikan keinginan dan
kreativitas anak, seorang anak haruslah diarahkan tanpa harus memaksakan
kehendak orang tua karena sang anakpun berhak untuk menentukan pilihan
hidupnya. Dan cara anak untuk memberikan masukan kepada orang tua bukan dengan
kepala besar juga namun hanya dengan mengingatkan orang tua seberapa lama lagi
kita akan merasakan nikmat hidup.
Kita
tak pernah tahu kapan kita dipertemukan dan kita juga tak pernah tahu kapan
kita dipisahkan namun yang jelas selama hidup masih dapat dijalani selama itu
pula kita harus bermanfaat kepada orang lain sebagaimana seorang ulama besar
berucap “Kalau hidup sekedar hidup, babi
di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja” petuah
seorang ulama besar Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) yang menurut saya
mulai dilupakan oleh kita sebagai penghuni kampus yang memakai nama besar
beliau karena beliau jarang diperkenalkan disini.
Belum ada Komentar untuk "Refleksi Mata Kuliah IDI"
Posting Komentar