Sedikit Hari
Dalam himpitan ekonomi aku berjalan menelusuri
kelaparan dan kehausan yang meradang dalam 24 jam sehari semalam, aku ingin
mengemis seperti orang tua itu diatas bis kota dengan hanya menjual doa
keselamatan kepada para penumpang dan terserah penumpang menghargainnya dengan
berapa rupiah, namun aku enggan seperti itu menjijikan sekali berdoa untuk
mengemis bayaran entah apakah tuhan akan mengabulkan doa semacam itu.
Kemudian
aku melihat ke sebrang sebuah pelataran toko disana ada dua anak manusia
ciptaan tuhan memungut sampah yang nantinya bisa diolah dan menghasilkan rupiah
namun wajah mereka seolah mengutuk hari-hari dalam hidupnya terbesit dalam
pikiranku apakah mungkin mereka dilahirkan hanya untuk menjadi pemulung sampah.
Perjalanan
kulanjutkan sampai didepan gedung senayan yang katanya disana ada ratusan orang
yang mewakili segenap rakyat Indonesia untuk didengar suaranya dan ternyata
benar hanya didengar dan akhirnya suara itu tergerus dan menghilang seiring
kerasnya lobi-lobi dan kepentingan golongan. Namun aku tersenyum sedikit geli
ketika aku melihat didepan gedung itu ada seorang penjual cermin besar tepat
sekali depan pagar gedung itu, aku bingung apakah itu bentuk sindiran untuk
para wakil rakyat untuk pintar bercermin atau ia memang murni berjualan untuk
mendapatkan nafkah menutupi kebutuhan hidupnya, entahlah mungkin aku tidak
terlalu terbawa emosi sesaat sehingga aku mengamini pendapat pertamaku.
Sampailah
aku diakhir perjalan, disebuah lampu merah anak kecil bernyanyi didepan para pengendara
sepeda motor dengan suara kecil tak terdengar tapi aku yakin ia bernyanyi
karena ia memegang sebuah kecrekan ditangannya namun yang membuatku terperanga
adalah ketika sang pengendara tidak memberi anak itu uang sang anak meludah dan
berkata bangsat, bingung siapa yang
perlu dipersalahkan, mungkin aku hanya bisa terdiam dan sebatas berfikir namun kamu bapak bangsa aku yakin kau bisa
berbuat lebih dariku.
Belum ada Komentar untuk "Sedikit Hari"
Posting Komentar