Krisis kaderisasi lembaga kemahasiswaan
Dalam menjalani roda keorganisasian tentunya
perlu adanya sebuah estafeta kepengurusan, oleh karenanya diperlukan sebuah
proses kaderisasi yang dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, tetapi saat ini keadaan di lembaga kemahasiswaan jarang terjamahi
oleh mahasiswa itu tersendiri, mungkin ada banyak hal yang menyebabkan
keengganan mereka untuk mengikuti atau ikut serta dalam kelembagaan.
Siap memimpin dan siap dipimpin mungkin itu
sebuah kalimat yang sesuai dengan alur kaderisasi yang seharusnya terjadi,
namun ketika kita menengok keadaan mahasiswa saat ini yang cendrung lebih
bersifat individualis dan hedonis mungkin menjadi salah satu alasan terjadinya
krisis kaderisasi, mahasiswa terkesan tidak peduli dengan keadaan lembaga yang
ada dikampus dan berakibat daya tarik mereka untuk mengikutinyapun hilang
dengan arus keadaan yang lebih mengarahkan pada pola hidup bebas dan bersenang-senang.
Dan kini bila dilihat mahasiswa yang ikut
pada kepengurusan lembaga hanya sedikit dari total mahasiswa yang ada dan
mungkin lama kelamaan akan habis bila tidak adanya pergeseran sudut pandang
dalam pemikiran mereka. Karena tidak sedikit dari mahasiswa yang memiliki
paradigma bahwa aktivis terkesan sporadis atau anarkis, terlebih lagi banyak
dari aktivis yang menjadi mahasiswa abadi dikampusnya, walaupun itu hanya
sebagian dari aktivis yang ada tetapi itu menjadi sorotan dari mahasiswa lain
dan berdampak pada buruknya citra mahasiswa yang ada dikelembagaan..
Keenganan mahasiswa nonorganisasi untuk
mengikuti kelembagaan itupun terjadi karena program kerja yang ada terkesan
stagnan bahkan mundur sehingga antusiasme mahasiswa sedikit untuk mengikutinya
terlebih lagi mereka akan banyak meninggalkan bangku perkuliahan bila ada acara
yang akan dilaksanakan,terlebih lagi belum lihainya membagi waktu antara
akademik dan organisasi sehingga terjadinya ketimpang tindihan. Bila kembali
pada program kerja yang ada, program kerjanyapun tidak banyak mewadahi aspirasi
mahasiswa yang ada dan mahasiswapun melihatnya hanya sekedar acara biasa dan
tak terpanggil untuk ikut serta didalamnya.
Terlebih lagi ada dari segelintir mahasiswa
yang beranggapan bahwa dalam kelembaga an mereka tidak mendapatkan upah atau
imbalan dari apa yang mereka ingin kerjakan sehingga tidak sedikit dari mereka
lebih memilih untuk bekerja atau berdagang yang lebih menguntungkan kedepannya,
kecendrung berpikir pragmatis inilah yang sedikit banyak terjadi dalam
pandangan mahasiswa saat ini.
Dengan melihat beberapa pandangan diatas
perlu adanya peran serta pengurus lembaga yang ada untuk lebih interaktif lagi
dalam merangkul kadernya, karena terkadang penguruspun terkesan cuek atau
masa bodo dan berimbas pada minimnya kader penerus sebuah lembaga, dengan itu
perlu adanya komunikasi dua arah yang terjadi dengan baik, baik dari mahasiswa
biasa maupun juga dari mahasiswa yang ikut dalam kelembagaan agar sebuah
estafeta kepengurusan tetap berlangsung dan berjalan. Selain itu ada hal lain
yang dapat disoroti yaitu terkadang seorang pengurus tidak dapat menjadi sebuah
figur atau sosok yang dapat ditiru sehingga kadernyapun berpikir ulang untuk
masuk dalam kelembagaan, sebab bila tidak adanya sosok figur yang dapat ditiru
akan adanya sebuah krisis kepemimpinan dan hilangnya sebuah panutan dalam arah
laju kelembagaan.
Dengan berbagai macam masalah diatas
berdampak pada adanya kerugian pada lembaga mahasiswa yaitu matinya roda
kepengurusan yang seharusnya terjdi dan itulah yang menjadi kerugian besar dari
krisis kaderisasi yang terjadi saat ini, sehingga tidak adanya penerus yang
dapat meneruskan atau menjadi motor penggerak organisasi yang pada dasarnya
lembaga organisasi mahasiswa menggawangi aspirasi mahasiswa dan menjadi
penghubung antara mahasiswa dengan pimpinan yang terkait.
Belum ada Komentar untuk "Krisis kaderisasi lembaga kemahasiswaan"
Posting Komentar